![]() |
Sumber: Facebook |
Masih teringat dalam
benak saya, bagaimana perubahan demi perubahan di Tanah Papua. Banyak
warna-warninya. Sedih dan gembira satu jurusan. Secarik kertas pun
ternyata masih terselip di buku catatan harian tentang Tanah Papua dari
hari lepas hari.
Perjalanan tahun 2000 di Tanah Papua, ternyata terisi dengan berbagai peristiwa yang tak terbayangkan. Orang papua tidak pernah akan melupakannya. kala itu Papua mendapat signal kebebasan culture oleh presiden Gus Dur. peristiwa Musyawarah Besar Papua dan Kongres Rakyat Papua II adalah dua tonggak sejarah terpenting dalam tahun tersebut. Gagasan-gagasan Papua Baru pun mulai terdengar di mana-mana. Sudah tentu menyedot perhatian dari segala pihak berkepentingan, mulai dari Papua, Jakarta hingga dunia internasional.
Banyak catatan peristiwa pula yang terjadi dalam tahun 2000 hingga 2012 ini. Musyawarah Besar Papua dan Kongres Rakyat Papua II hanya mungkin terjadi dalam era pemerintahan Indonesia yang saat itu sedang bergerak dari otoritarianisme menuju sistem yang demokratis. Namun demikian dimasa pasca reformasi ini, ternyata pola-pola kebijakan negara pun belum berpihak pada kepentingan masyarakat Papua. Kesejahteraan umum masyarakat pun belum memadai. Rangkaian tindak kekerasan berdimensi hak asasi manusia pun terjadi hampir di seluruh belahan Tanah Papua. Kekuatan Hukum sebagai 'panglima tertinggi' pun ternyata merendah dan takluk di hadapan aparat keamanan negara-pelaku tindak kekerasan.
Tom Beanal, ketika menyampaikan tuntutannya di hadapan Presiden Gus Dur di Gedung Negara Jayapura pada pagi hari setelah menyaksikan terbitnya matahari pagi di awal tahun baru 2000 itu, Tom meminta pemerintah segera mengakui dan mengembalikan hak kemerdekaan bangsa papua barat pada 1961. Pihaknya juga meminta agar presiden menindaklanjuti dialog nasional dan memprakarsai dialog internasional mengenai sejarah proses masuknya irian barat ke dalam NKRI. Sedangkan Theys Hiyo Eluay (alm) meminta pergantian nama Irian Jaya menjadi Papua dan sekaligus menegaskan kembali pentingnya pelurusan sejarah dengan pengembalian kedaulatan bangsa papua yang sudah pernah merdeka pada 1 desember 1961. Gus Dur serta merta menyatakan sikapnya bahwa menolak keinginan bangsa Papua untuk memisahkan diri dari NKRI. Jawabannya di kemudian hari adalah Bintang Kejora boleh berkibar sebagai simbol culture dan Irian menjadi Papua. UU Otsus 2001 adalah legitimasi Irian menjadi Papua, kecuali simbol culture itu tetap simbol separatisme. Maka, korban pun berjatuhan di mana-mana hampir di seluruh belahan Tanah Papua pada sebelum dan sesudah Mubes Papua dan Kongres Rakyat Papua II. Akhirnya OTSUS menjadi seakan 'obat penenang' dan 'gula-gula' reformasi itu. OTSUS pun mendapat perlawanan di mana-mana karena dianggap bukan solusi yang diharapkan oleh orang Papua.
Kesatuan orang Papua pun mulai dipecahkan dengan pemekaran wilayah provinsi dan kabupaten yang menjamur di Tanah Papua sebagai bagian dari politik 'gula-gula' OTSUS itu. Hampir semua orang sudah terlena oleh OTSUS itu, dimana orang hanya berpikir untuk bersaing dalam pemekaran wilayah administrasi provinsi dan kabupaten baru hingga 'gesek-menggesek' demi jabatan. Namun kesadaran kembali dari buaian OTSUS itu akhirnya sempat menguat seketika setelah LIPI meluncurkan buku Papua Road Map setelah 10 tahun OTSUS berjalan. Gagasan Dialog Nasional pun terangkat kembali ke permukaan publik. Pro dan kontra soal Dialog Nasional (Jakarta - Papua) pun nampak, hingga pada akhirnya terjadilah Kongres Rakyat Papua III di Lapangan Zakheus, Abepura. Berbeda dengan KRP II, pelaksanaan KRP III akhirnya dibubarkan secara paksa dan seakan-akan semua orang Papua dipaksa pula untuk diam.
Izin-izin pengelolaan sumberdaya alam pada semua sektor pun semakin dilancarkan di Tanah Papua. Menambah kehancuran yang sudah ada jauh sebelumnya. Pemekaran wilayah kabupaten baru pun semakin gencar disetujui dan mudah sekali prosesnya, ketimbang menyetujui peraturan daerah khusus (perdasus) sesuai amanat OTSUS untuk mengakui dan melindungi hak-hak dasar orang asli Papua. makna OTSUS pun akhirnya bergeser jauh dari ide dan tujuan awalnya. akibatnya konflik kepentingan dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sebagai warna pelaksanaan OTSUS di Tanah Papua.
Sayangnya, tidak seorang pun dari pemerintah pusat maupun daerah dapat bertanya, 'mengapa papua terus menuntut untuk merdeka?" atau 'mengapa indonesia tidak melepaskan saja papua?". Sulit memang, tapi juga menyedihkan. Masing-masing berusaha mempertahankan prinsipnya. Benar. Tapi belum mengena di hati semua insan, sehingga semua pikiran yang berbeda itu dapat dituangkan dan terolah dalam forum dialog yang sama sesuai waktu dan ruangnya. Sebab kalau masih terus begini adanya, konflik masih akan terus terjadi, Papua Zona Damai pun hanya menjadi sebuah slogan semata.Sekarang sudah 2012, semestinya tidak perlu berlarut-larut. Karena setiap hari ada masalahnya sendiri. Kalau masalahnya kemarin sudah selesai, maka hari ini dan esok tidak terbeban lagi dengan masalahnya kemarin. Sialnya dari pemilu ke pemilu, hasil sebelum dan sesudahnya tetap sama saja. Sementara indonesia sudah terlanjur menaruh harapan terakhirnya di Papua dalam hal cadangan sumberdaya alam untuk masa depannya, dari tambang, hutan, sawit, sampai REDD - carbon trade.
Semoga catatan kenangan ini menjadi renungan bagi kita semua penganut paham demokrasi dari hari lepas hari, semoga harapan baik cepat datang membawa berkah untuk membangun negeri ini menjadi baru sepanjang masa.***Koordinator JASOIL Tanah Papua
Oleh:Pietsau Amafnini
=================================
Sumber:Facebook JASOIL Tanah Papua
0 komentar:
Posting Komentar